Cari Blog Ini

Minggu, 20 Juni 2010

Korea Utara, Si Bisu Yang Menampar Indonesia

JOHANNESBURG, KOMPAS.com — Undian Piala Dunia 2010 Afrika Selatan menentukan Korea Utara harus berada segrup dengan Portugal, Pantai Gading, dan Brasil. Grup ini kemudian disebut banyak orang sebagai grup neraka. Grup neraka biasanya diisi oleh tim-tim yang punya reputasi juara atau pemain- pemain bertalenta dan ternama. Mengacu ini, lantas di mana keistimewaan Korea Utara? Jawabannya tak ada. Satu-satunya yang membuat Korut istimewa adalah karena mereka misterius. Jangankan mengorek sejarah atau taktik, untuk membuat para pemain, pelatih, atau staf kontingen mereka bicara pada konferensi pers pun susahnya setengah mati. Ketertutupan itulah yang membuat mereka "dicurigai" punya senjata rahasia yang bakal mengejutkan Ricardo Kaka, Cristiano Ronaldo, atau Didier Drogba. Ketika jadwal penyisihan grup menentukan Korut harus bertemu Brasil pada kesempatan pertama, banyak orang yang memprediksi mereka cuma akan menjadi lumbung gol tim "Samba". Prediksi itu bukan tanpa dasar. Melihat statistik FIFA, Brasil menduduki puncak daftar peringkat tim dunia. Korut sendiri berada di posisi ke-85. Setidaknya, selisih keduanya lebih lebar ketimbang jarak antara Portugal (ke-5) dan Pantai Gading (ke-22). Namun, statistik tinggal statistik. Fakta sesungguhnya, yaitu kedua tim bertanding, Selasa (15/6/2010), mengatakan bahwa Korea cuma kalah dengan selisih satu gol dari Brasil. Namun, skor saja tak cukup menggambarkan betapa kekuatan Korea Utara tak bisa dipandang sebelah mata. Pada pertandingan itu, Brasil harus bersusah payah menyarangkan gol ke gawang RI Myong Guk. Setelah dipaksa menutup babak pertama dengan skor imbang 0-0, Brasil akhirnya memecah kebuntuan berkat gol Maicon pada menit ke-55. Moral Brasil semakin melambung ketika Elano menggandakan keunggulan pada menit ke-72. Namun, keadaan ini tak membuat Korut menyerah. Sambil tetap menjaga disiplin permainan, mereka mampu memperpendek jarak menjadi 1-2 berkat gol JI Yun Nam pada menit ke-89. Setelah itu, mereka masih terus bermain ngotot, sampai dipaksa mengerem larinya sendiri ketika wasit Viktor Kassai membunyikan peluit tanda berakhirnya laga. Korea memang kalah dan belum tentu mendulang kemenangan pada dua laga sisa, di mana Portugal dan Pantai Gading sudah menanti. Namun, mencetak gol balasan ke gawang raja Piala Dunia, dalam keadaan tertinggal dua gol dan dengan sisa waktu satu menit, adalah prestasi. Bagi Indonesia, pencapaian Korea Utara adalah tamparan bolak-balik seperti Asterix menampar orang- orang Romawi dalam cerita karangan Rene Goscinny dan Albert Uderzo. Korea, yang kesulitan mengakses siaran Piala Dunia dan setengah mati meminta restu negara untuk mencari (dan mendapatkan) sponsor, mampu mencapai Afrika Selatan dan mencetak gol ke gawang Brasil, setelah tertinggal 0-2, dan menjelang masa injury time pula. Indonesia, yang punya semuanya (kecuali mungkin semangat dan kejujuran), mulai dari sumber daya manusia, sponsorship, suporter, hingga akses informasi yang jauh lebih luas ketimbang Korut, malah berharap tampil di Piala Dunia dengan memenangi bidding tuan rumah. Ironisnya, untuk melewati jalan pintas seperti itu pun Indonesia juga gagal. Korea Utara mungkin tak akan meraih poin lagi di dua pertandingan sisa dan gagal melaju ke putaran kedua. Namun, mereka tetap berhak pulang dengan kepala tegak karena dengan segala keterbatasannya, mereka mampu menjebol gawang Julio Cesar, yang Lionel Messi pun gagal melakukannya. Dan, sementara nanti JI Yun Nam bercerita kepada yunior- yuniornya, anak- cucunya, atau tetangga- tetangganya, bagaimana ia menjebol gawang jawara Piala Dunia dengan pertandingan cuma menyisakan satu menit, Indonesia mungkin masih cuma sibuk membuat proposal untuk mendatangkan Manchester United atau melobi FIFA untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia. Tentu, kita berharap Indonesia akan lebih baik dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar